BOGORINSIDER.com - Jakarta belakangan ini terasa seperti “oven kota” udara kering, terik matahari tanpa ampun, dan suhu yang terus merangkak naik. Warga banyak yang mengeluh; pedagang kaki lima, pengguna transportasi umum, hingga anak sekolah merasakan dampaknya. Apakah ini cuma kebetulan iklim? Atau ada faktor ilmiah yang lebih kompleks?
Mari kita urai satu per satu sebab, konsekuensi, dan apa yang sudah dilakukan pemerintah DKI agar ibu kota tak “meleleh”.
Fenomena: Suhu Panas di Jakarta Naik Ekstrem
Data BMKG menunjukkan suhu maksimum di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Jakarta, telah menyentuh 37,6 °C dalam beberapa hari terakhir.
Di Jabodetabek, prediksi menyebut suhu dapat mencapai 35 °C bahkan lebih, terutama antara pukul 10.00–14.00 WIB.
BMKG memperkirakan gelombang panas ini bisa bertahan hingga akhir Oktober atau awal November 2025 sebelum curah hujan meningkat.
Jadi, bukan sekadar “panas biasa” kondisi ini dikategorikan sebagai cuaca panas ekstrem yang lebih persisten dari fenomena harian.
Penyebab Ilmiah di Balik Panas Jakarta
1. Gerak Semu Matahari & Posisi Bulan Oktober
Posisi semu matahari pada Oktober bergeser ke selatan ekuator. Radiasi matahari jadi lebih tegak lurus, membuat panas terasa menyengat di wilayah tropis seperti Jakarta.
2. Monsun Australia & Massa Udara Kering
Monsun dari Australia membawa udara kering yang menghambat pembentukan awan hujan. Akibatnya, langit cerah, dan panas matahari menembus langsung ke permukaan.
3. Minimnya Tutupan Awan
Ketiadaan awan berarti sinar matahari tidak terblokir sama sekali. Radiasi masuk penuh dan memanaskan permukaan kota secara maksimal.
4. Efek Urban Heat Island (UHI)
Jakarta didominasi beton dan aspal yang menyerap panas. Suhu di pusat kota bisa lebih tinggi 2–3 °C dibanding area sekitarnya. Polusi dan kepadatan gedung memperparah efek ini.
5. Polusi Udara & Partikel Aerosol