BOGORINSIDER.com --Dulu, namanya menggema di tubuh Tentara Nasional Indonesia. Letnan Jenderal (Purn) Joni Lumintang, seorang prajurit berdarah Minahasa, pernah menembus puncak karier militer hanya untuk melihat segalanya berubah dalam waktu 17 jam.
Lahir pada 28 Juni 1947 di tanah subur Minahasa, Joni tumbuh sebagai anak petani sederhana.
Ayahnya, Frederick Lumintang, dan ibunya, Sofia Wisan, mendidiknya dengan nilai kerja keras dan kejujuran.
Baca Juga: Dari Panggung Komedi ke Pencarian Spiritualitas, Kisah Menyentuh Pindah Agama Rina Nose
Dari hasil tani itulah, Joni menempuh pendidikan hingga akhirnya diterima di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) tahun 1970.
Kariernya bersinar cepat. Ia memimpin operasi di berbagai wilayah strategis — dari Papua hingga Timor Timur.
Salah satu momen paling bersejarah adalah Operasi Rajawali, misi pembebasan sandera ekspedisi Lorentz 95 di Papua bersama Kopassus.
Keberaniannya di lapangan membuatnya dihormati oleh rekan dan bawahan.
Namun sejarah mencatat, puncak karier Joni juga menjadi ujian terbesar hidupnya.
Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, ia ditunjuk menggantikan Prabowo Subianto sebagai Pangkostrad.
Tapi jabatan itu bertahan hanya 17 jam, menjadikannya salah satu masa jabatan tersingkat dalam sejarah TNI.
Bagi sebagian orang, itu adalah kehancuran. Namun bagi Joni, itu adalah pelajaran tentang keteguhan hati dan pengabdian tanpa pamrih.
Ia tak menyalahkan keadaan, hanya berkata pelan:
“Kadang pangkat hanyalah sementara, tapi kehormatan seorang prajurit harus abadi.”