BOGORINSIDER.com --Cantik, muda, dan berkuasa. Seharusnya tiga hal ini jadi modal besar untuk membangun daerah. Namun, sejumlah bupati cantik justru membuat rakyat kecewa.
Mereka tersandung kasus hukum, dari suap hingga jual beli jabatan, yang akhirnya menyeret nama baik mereka ke jurang.
Sebut saja Puput Tantriana Sari, bupati termuda Indonesia tahun 2013. Warga Probolinggo awalnya menaruh harapan besar, namun harapan itu runtuh saat ia dan suaminya terjerat operasi tangkap tangan KPK karena dugaan jual beli jabatan.
Baca Juga: Pengakuan Blak-blakan Ratna Sari Dewi, Tiga Lelaki Setelah Bung Karno
Lalu ada Vonny Panambunan, Bupati Minahasa Utara. Pernah terlibat kasus korupsi proyek bandara, namanya kembali tercoreng karena dugaan korupsi proyek pemecah ombak yang merugikan negara miliaran rupiah.
Sri Wahyuni Manalip, Bupati Kepulauan Talaud, juga tak kalah mengejutkan. Janji manisnya kepada rakyat kandas setelah ia terseret kasus gratifikasi berupa perhiasan mewah dan barang branded dari pengusaha.
Tak ketinggalan, Rita Widyasari, yang dikenal cerdas dan berpendidikan, harus mendekam 10 tahun penjara karena gratifikasi senilai miliaran rupiah. Padahal, dua periode ia menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara.
Baca Juga: Sosok Guruh Soekarno Putra Pernah Lawan Megawati, Sekarang Begini Jalan Hidupnya
Siti Masyitoh, Walikota Tegal, ikut diciduk KPK karena kasus suap proyek infrastruktur rumah sakit. Dari suap hingga gratifikasi, kasusnya merugikan negara miliaran.
Nama lain yang juga menyita perhatian adalah Neneng Hasanah Yasin, Bupati Bekasi. Ia terbukti menerima suap besar terkait perizinan proyek raksasa Meikarta.
Terakhir, Faida, Bupati Jember, yang dikenal berprestasi tapi sempat mendapat sorotan karena melanggar aturan protokol kesehatan dengan membawa ribuan massa saat Pilkada.
Baca Juga: Purbaya Tolak Tax Amnesty Jilid III, Ini Alasannya
Kisah-kisah ini jadi pengingat pahit: kecantikan dan jabatan tinggi bukan jaminan untuk amanah. Sebaliknya, justru rakyat yang menanggung penderitaan saat pemimpinnya salah langkah.
Naskah: Rosa Nilasari