BOGORINSIDER.com --Seorang pemilik pesantren cabuli santri dengan melakukan tindakan tidak terpuji terhadap santri laki-laki dengan modus meminta pijatan.
Dalam momen tersebut, tersangka diduga melancarkan aksinya terhadap para korban. Selain pemilik pesantren, seorang guru ngaji berinisial MCN juga dilaporkan terlibat dalam kasus pencabulan serupa.
Tiga santri laki-laki yang menjadi korban adalah ARD (18), IAM (17), dan YIA (15). MCN diketahui menggunakan modus yang sama dengan pemilik pesantren.
Baca Juga: Kronologi penangkapan pemilik ponpes di Jaktim kasus pencabulan santri-santrinya
Ia memanfaatkan situasi dengan meminta santri untuk memijatnya di sebuah ruangan, yang kemudian digunakan untuk melancarkan tindakannya.
"Setelah terangsang, para pelaku langsung melancarkan aksinya tersebut. Setelah itu setelah pelaku terangsang, di mana alat vitalnya sudah tegang dan selanjutnya korban disuruh tidur dan akhirnya pelaku menindih layaknya berhubungan suami istri," ujarnya.
Namun, lanjut Nicolas, pihak kepolisian masih mendalami apakah ada permufakatan jahat antara keduanya atau tidak.
Dari penyelidikan sementara, keduanya tidak saling mengetahui telah melakukan perbuatan tersebut.
Baca Juga: Redflagnya menteri Satryo suka pecat sepihak, dan tampar berikut ini klarifikasi Kemdiktisaintek
"Kami masih melakukan pendalaman apakah ada memang punya komitmen yang sama atau tidak. Tapi untuk sampai saat ini, tidak ada hubungan sama sekali. Mereka juga tidak saling mengetahui kegiatan mereka masing-masing dengan anak-anak santri yang ada di pondok pesantren itu," imbuhnya.
Polisi mengungkap ada lima orang santri Pondok Pesantren di Duren Sawit, Jakarta Timur, diduga jadi korban pencabulan CH dan MCN. Para korban diiming-imingi uang.
"Para korban diberi iming-iming uang dan diistimewakan dari teman-temannya. Uang yang dikasih berkisar Rp 20 ribu-Rp 50 ribu," kata Nicolas.
Baca Juga: DPR beri respon terkait kasus Satryo Soemantri Brodjonegoro Kemendikti Saintek usai di demonstrasi
Selain itu, para korban diajak jalan-jalan setelah dicabuli. Bahkan, lanjut Nicolas, para korban diberi keistimewaan, termasuk bisa menggunakan ponsel di lingkungan pesantren.