BOGORINSIDER.com – Indonesia sedang berada di persimpangan jalan dalam upaya mengejar target energi bersih.
Pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan mencapai 23% pada tahun 2025. Salah satu strategi yang ditempuh adalah mencampurkan etanol ke dalam BBM.
Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kontroversi. Apakah benar etanol jadi solusi transisi energi yang ramah lingkungan, atau justru membawa masalah baru bagi mesin kendaraan dan kepercayaan publik?
Etanol dan Misi Energi Bersih
Etanol adalah bahan bakar nabati (bioethanol) yang dihasilkan dari fermentasi tebu, singkong, atau jagung. Secara teori, etanol bisa menurunkan emisi karbon karena sifatnya yang lebih ramah lingkungan dibanding bensin murni.
Bagi Indonesia, penggunaan etanol punya dua keuntungan besar:
- Mengurangi ketergantungan pada impor minyak.
- Memberi nilai tambah pada produk pertanian lokal.
Di atas kertas, etanol terdengar seperti solusi cerdas. Tapi, bagaimana kenyataannya di lapangan?
Keuntungan Etanol dalam BBM
- Lebih ramah lingkungan. Pembakaran lebih bersih, emisi CO₂ berkurang.
- Meningkatkan angka oktan (RON). Mesin jadi lebih efisien.
- Dorong industri pertanian. Permintaan tebu dan singkong naik, membuka peluang ekonomi desa.
Tak heran jika banyak negara, mulai dari Brasil hingga Thailand, menjadikan bioetanol sebagai bagian penting dari kebijakan energi hijau.
Baca Juga: VIVO & BP Tolak BBM Pertamina: Gara-Gara Etanol 3,5%
Risiko & Tantangan
Di balik manfaatnya, etanol juga menyimpan risiko:
- Dampak ke mesin kendaraan. Etanol higroskopis (menyerap air) dan bisa menimbulkan karat jika distribusi tidak diawasi.
- Pasokan bahan baku. Apakah Indonesia mampu memenuhi kebutuhan etanol dari tebu atau singkong tanpa mengganggu kebutuhan pangan?
- Transparansi publik. Konsumen merasa kurang diberi informasi soal kandungan etanol dalam BBM, sehingga muncul keresahan.
- Harga & biaya distribusi. Pencampuran biofuel butuh infrastruktur baru, yang ujungnya bisa membebani konsumen.
Pandangan Ahli
Sejumlah pakar energi menyebut etanol adalah “jembatan” menuju transisi energi bersih.
“Etanol 3,5% bukan ancaman, justru pintu masuk untuk memperkenalkan biofuel ke masyarakat,” kata seorang ahli bioenergi, dikutip Inilah.com.
Artikel Terkait
Kronologi mencuatnya kabar Shell Indonesia akan tutup semua gerai SPBU di Indonesia
Pihak Shell Indonesia beri penjelasan hingga bantah isu penutupan seluruh SPBU
Benarkah Shell Indonesia akan tutup semua gerai SPBU di Indonesia?
SPBU Shell Kosong di Jabodetabek, Ini Faktanya
Dampak BBM Shell Habis: Pilihan Konsumen Terbatas