Dampak Algoritma Medsos pada Kasus Penembakan Charlie Kirk

photo author
- Selasa, 16 September 2025 | 17:01 WIB
“Video penembakan Charlie Kirk menyebar cepat di media sosial, memicu debat soal peran algoritma.” (Foto/X @@UshaVanceNews)
“Video penembakan Charlie Kirk menyebar cepat di media sosial, memicu debat soal peran algoritma.” (Foto/X @@UshaVanceNews)

BOGORINSIDER.com – Penembakan terhadap Charlie Kirk di Utah Valley University (10/9/2025) tidak hanya mencuri perhatian dunia politik, tetapi juga menimbulkan gelombang besar di media sosial. Video dan foto dari lokasi kejadian menyebar cepat, menjadi viral dalam hitungan menit.

Peristiwa ini membuka kembali diskusi serius tentang peran media sosial dan algoritma dalam memperbesar dampak kekerasan politik.

Hanya beberapa menit setelah insiden, potongan video dari ponsel mahasiswa UVU tersebar di platform X (Twitter), TikTok, dan Instagram. Dalam video tersebut terdengar teriakan, kepanikan audiens, dan situasi kacau pasca tembakan.

Meskipun beberapa platform segera menghapus konten yang dianggap terlalu grafis, banyak versi video telah terunduh, diunggah ulang, dan beredar luas di seluruh dunia.

Menurut laporan Wired, algoritma media sosial secara otomatis mendorong konten dengan tingkat interaksi tinggi baik berupa komentar, like, maupun share. Konten tragedi, terutama yang bersifat mengejutkan, biasanya cepat naik ke permukaan timeline pengguna.

Baca Juga: Penembakan Charlie Kirk: Apa yang Dicari Penyidik?

Dalam kasus Charlie Kirk, penyebaran video bukan hanya soal dokumentasi peristiwa, melainkan juga soal framing politik. Algoritma mempercepat polarisasi: kelompok konservatif menggunakan video untuk menegaskan bahwa konservatif menjadi target, sementara kelompok liberal menafsirkannya berbeda.

Platform digital menghadapi dilema serius. Di satu sisi, publik menganggap beredarnya video penting untuk transparansi.

Di sisi lain, konten grafis bisa memperburuk trauma, menyebarkan hoaks, atau bahkan dijadikan propaganda.

TikTok dan X mendapat kritik keras karena dianggap lambat dalam menurunkan konten sensitif. Facebook (Meta) menyatakan telah menurunkan ribuan unggahan terkait dalam 24 jam pertama, namun tetap kewalahan menghadapi banjir informasi.

Penyebaran konten visual mempercepat pembentukan opini publik. Banyak orang yang tidak mengikuti berita tradisional justru membentuk pandangan hanya dari potongan video viral.

Hal ini memunculkan risiko kesalahpahaman, karena video sering dipotong tanpa konteks lengkap.

Peneliti media dari Columbia Journalism Review menegaskan bahwa algoritma media sosial kini memegang peran besar dalam menentukan bagaimana publik memahami peristiwa politik.

Baca Juga: Kebebasan Berekspresi Dipertanyakan Pasca Kasus Kirk

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Faizal khoirul imam

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Elegan di Tengah Isu: Citra Publik Raisa Tetap Kuat

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:28 WIB

Fenomena Netizen: Mengapa Publik Begitu Ingin Tahu?

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:21 WIB

Rahasia Kekuatan Hubungan Raisa dan Hamish Daud

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:09 WIB

Tekanan di Balik Popularitas: Kisah Raisa & Hamish

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:58 WIB

Hapus Foto, Viral Seketika: Fenomena Raisa & Hamish

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:42 WIB

Rumor Cerai: Raisa Menggugat Suami Setelah 8 Tahun

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:07 WIB

Terpopuler

X