BOGORINSIDER.com --Politik Indonesia selama ini sering disebut sebagai arena “laki-laki”. Namun, kehadiran sosok seperti Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menjadi bukti bahwa perempuan mampu menembus dominasi itu.
Lebih dari sekadar politisi, Rahayu tampil sebagai aktivis yang konsisten memperjuangkan kesetaraan gender dan perlindungan kelompok rentan.
Perempuan dalam Politik: Jalan yang Penuh Tantangan
Sejarah panjang parlemen Indonesia menunjukkan keterwakilan perempuan masih minim. Walau ada aturan kuota 30%, faktanya banyak perempuan masih sulit masuk ke lingkaran kekuasaan.
Baca Juga: Profil Rahayu Saraswati Keponakan Prabowo Dari Aktris ke Politik Nasional, Kini Memilih Mundur
Di sinilah kehadiran Rahayu Saraswati penting. Sebagai anggota DPR periode 2014–2019 dan kembali di 2024, ia membawa isu perempuan ke ruang sidang parlemen yang sering didominasi agenda maskulin.
Kiprah Nyata: Perlindungan Anak & Perempuan
Rahayu dikenal vokal dalam isu perlindungan anak, perdagangan manusia, dan kekerasan seksual.
Ia aktif mendorong regulasi yang lebih berpihak pada korban. Salah satu kontribusinya yang menonjol adalah keterlibatan dalam pembahasan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Keberanian berbicara soal isu yang sering dianggap tabu menunjukkan bagaimana ia memanfaatkan posisinya untuk membuka jalan bagi suara korban yang selama ini terpinggirkan. (Kompas)
Baca Juga: Awal Mula iPhone 17 Masuk Indonesia dan Kisahnya
Dari Dunia Hiburan ke Aktivisme Sosial
Sebelum terjun ke politik, Rahayu sempat berkarya di dunia hiburan, membintangi film Merah Putih. Namun, ia memilih jalur politik bukan sekadar mengikuti jejak keluarga, melainkan untuk memberikan dampak sosial yang lebih luas.
Pengalaman seni membuatnya lebih komunikatif dan berani tampil di publik. Inilah modal penting saat ia berbicara lantang tentang diskriminasi gender dan hak perempuan.
Tantangan: Politik, Gender, dan Kontroversi
Meski punya rekam jejak positif, perjalanan Rahayu tak selalu mulus. Ia pernah menjadi sasaran serangan personal, mulai dari ejekan misoginis hingga kritik terhadap sikap politiknya.
Baca Juga: Antisipasi Warga Jadi Kunci Hadapi Cuaca Ekstrem di Jakarta
Namun, justru di sinilah relevansi perjuangannya: kesetaraan gender di politik bukan hanya soal jumlah perempuan di parlemen, tapi juga soal bagaimana mereka dihormati, diakui, dan tidak direduksi pada hal personal.
Artikel Terkait
BMKG Ingatkan Kewaspadaan Usai Gempa 5,3 di Maluku Tenggara
Gempa 5,3 di Maluku Tenggara Berpusat di Laut, Tak Picu Tsunami
Warga Maluku Tenggara Diminta Siap Hadapi Gempa Susulan
BPBD DKI Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem 11–13 September
BPBD Siapkan Layanan Darurat Hadapi Cuaca Ekstrem di Jakarta