Setelah dilakukan evaluasi diketahui bahwa salah satu penyebabnya adalah pasukan Mataram yang tebagi atas berbagai keyakinan siring dengan masifnya Islam di Jawa.
Hal ini membuat pasukan Mataram tidak solid yang berujung pada kekalahan melawan VOC.
Sosok Sultan Agung yang menciptakan sistem penanggalan Jawa dan pencetus politik kebudayaan yang kaitannya dengan kesakralan bulan Suro.
Ini sebagai sebagai upaya untuk menyatukan kembali masyarakat dan pasukan di bawah bendera Kerajaan Mataram Islam, Sultan Agung akhirnya membuat sistem penanggalan baru yang dikenal sebagai penanggalan Jawa Islam.
Ia menciptakan tahun baru yang menggabungkan antara tahun Saka Hindu dan tahun Hijriyah Islam dengan harapan semua kepedihan terhadap kekalahannya dua kali berturut-turut melawan VOC di Batavia itu hilang.
3. Bentuk dari Rasa Prihatin
Sultan Agung Hanyokrokusumo mencanangkan pada malam permulaan tahun baru itu untuk prihatin, tidak berbuat sesuka hati dan tidak ada pesta.
Masyarakat harus menyepi dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Sebagai penghormatan pada leluhur, di malam itu juga semua benda pusaka harus dicuci, dibersihkan, seiring dengan kehidupan spiritual yang disucikan kembali.
Dari sinilah orang Jawa meyakini bahwa malam 1 Suro adalah malam yang sakral.
4. Pertemuan Dua Dunia
Malam 1 Suro menjadi waktu di mana pertemuan antara dunia manusia dan dunia ghaib.
Karena pusaka-pusaka dicuci dan didoakan kembali.
Selanjutnya, pertemuan dua dunia ini akhirnya ditakuti orang-orang.
Orang Jawa percaya, ketakutan itu adalah sanksi gaib jika tidak berbuat kebaikan selama satu tahun kebelakang.
Jadi ini beberapa alasan kenapa Bulan Suro dan malam satu suro dikeramatkan oleh orang jawa.