BOGORINSIDER.com - Pemerintah Kabupaten Bogor tengah menggagas langkah strategis dalam upaya pelestarian sumber daya alam dan warisan sejarah dengan merencanakan penetapan kawasan Mata Air Ciburial yang terletak di Kecamatan Ciomas sebagai kawasan cagar budaya.
Mata air yang memiliki nilai historis tinggi ini telah dikenal keberadaannya sejak era kolonial Hindia Belanda dan memainkan peran penting dalam memasok kebutuhan air bersih, baik secara lokal maupun untuk wilayah strategis nasional seperti Istana Bogor dan bahkan Istana Merdeka di Jakarta.
Gagasan tersebut disampaikan langsung oleh Bupati Bogor, Rudy Susmanto, setelah dirinya menandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumda) Tirta Kahuripan dengan sebuah badan usaha swasta yang berlangsung di Instalasi Pengolahan Air Ciburial milik PDAM Kabupaten Bogor.
Dalam pernyataannya, Rudy menegaskan bahwa pelestarian kawasan tersebut merupakan tanggung jawab bersama, dan salah satu cara paling konkret adalah dengan menetapkannya secara resmi sebagai kawasan cagar budaya.
Menurut Rudy, penetapan status tersebut sangat penting agar kawasan Mata Air Ciburial terlindungi dari ancaman pembangunan atau pengalihfungsian lahan yang tidak terencana.
Dengan adanya status cagar budaya, maka keberlangsungan lingkungan dan nilai historis kawasan tersebut bisa dijaga secara berkelanjutan.
Ia juga menyampaikan bahwa salah satu langkah penyelamatan lingkungan yang harus diprioritaskan adalah pembangunan sumur resapan di sekitar area mata air.
Tujuannya adalah untuk menjaga dan memulihkan debit air agar tetap stabil dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Umum Perumda Tirta Kahuripan, Abdul Somad, memberikan penjelasan mengenai peran vital Mata Air Ciburial sebagai salah satu sumber utama air baku yang digunakan untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Bogor.
Ia menjelaskan bahwa selama beberapa tahun terakhir, debit air dari mata air ini mengalami penurunan yang cukup signifikan akibat berbagai faktor lingkungan dan perubahan tata guna lahan.
Dari data yang disampaikan Abdul Somad, diketahui bahwa pada tahun 2005 debit air dari mata air ini masih berada di angka 506 liter per detik.
Namun, seiring berjalannya waktu, terutama hingga tahun 2019, debitnya menyusut menjadi hanya 330 liter per detik.
Penurunan tersebut menjadi sinyal penting akan kerentanan sumber air ini terhadap kerusakan lingkungan dan perlunya tindakan konservasi yang nyata dan terukur.
Sebagai upaya konkret untuk mengatasi penyusutan debit air, pada tahun 2020 Perumda Tirta Kahuripan bersama Pemerintah Kabupaten Bogor serta lembaga internasional USAID melalui program IUWASH Tangguh telah melaksanakan proyek pembangunan sumur resapan sebanyak 157 unit.