Sejarah Kependudukan Jalur Gaza, Saksi Bisu Konflik Tak Berujung Antara Israel vs Palestina

Tahun lalu, pembatasan tambahan diberlakukan untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Pintu perbatasan Rafah ke Mesir dan pintu perbatasan Erez ke Israel ditutup sekitar 240 hari dan hanya dibuka selama 125 hari pada tahun 2020, menurut data dari Ocha.

Pada tahun 2019, sekitar 78.000 orang meninggalkan Gaza melalui pintu perbatasan Rafah, tetapi jumlah itu turun menjadi 25.000 pada tahun 2020.

Di utara, pintu perbatasan ke Israel di Erez juga mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2020, sebagian besar karena dampak pandemi.

Pada tahun ini, sekitar 8.000 orang telah meninggalkan Gaza melalui pintu perbatasan Erez, dan sebagian besar dari mereka adalah pasien atau orang yang menemani mereka untuk menerima perawatan medis di Israel.

Sebelum eskalasi kekerasan terakhir, lalu lintas mulai meningkat kembali. Beberapa konvoi bantuan telah diizinkan melewati pintu perbatasan, tetapi selain itu, pintu perbatasan tetap ditutup.

Sekitar 80% populasi Gaza bergantung pada bantuan internasional, dan blokade yang diterapkan oleh Israel telah memberikan dampak yang signifikan terhadap pergerakan orang dan barang ke dan dari Jalur Gaza, serta perdagangan di wilayah tersebut.

Hamas telah membangun jaringan terowongan yang digunakan untuk membawa barang ke Jalur Gaza, tetapi juga sebagai pusat komando bawah tanah mereka. Israel mengklaim bahwa terowongan ini juga digunakan oleh militan sebagai sarana pergerakan dan telah menjadi target serangan udara.

Virus Corona juga telah berdampak pada ekonomi lokal, meskipun sempat menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Gaza adalah salah satu wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia.

Menurut PBB, hampir 600.000 pengungsi tinggal di delapan kamp yang sangat padat di Gaza.

Rata-rata kepadatan penduduk mencapai lebih dari 5.700 orang per kilometer persegi, yang mirip dengan kepadatan penduduk di London, tetapi angka ini meningkat menjadi lebih dari 9.000 di Kota Gaza.***