BOGORINSIDER.com --Tidak semua negara memberikan kebebasan bagi kaum wanita. Sebuah laporan baru dari ONE yang merilis laporan “The Poverty Is Sexist” yang mengaitkan perbedaan pendapatan dan gender.
Para peneliti ONE menemukan bahwa ketidaksetaraan gender dan kemiskinan sering terjadi, walaupun tidak ada aturan yang dikembangkan terkait topik ini.
Sehingga mereka berharap laporan lain terkait topik ini pada tahun ini akan membantu memicu perubahan aturan legislatif.
Meskipun tidak ada ukuran yang sempurna, tapi pihak peneliti melihat faktor-faktor ini yang menjadi ‘panduan logis’ untuk kualitas hidup yang mungkin berlaku bagi wanita dan anak gadis di negara tertentu.
Melansir dari BUSTLE, berikut tiga negara terbaik dan terburuk dalam menyejahterakan kaum wanitanya:
Baca Juga: Kumpulan Zodiak yang Paling Puas Ketika Melakukan Seks
Negara Terburuk
1. Nigeria
Nigeria menjadi negara terburuk untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang wanita. Mereka menerima skor 0,064 dari satu pada indeks. Sebanyak 70% wanita di negara ini menganggap wajar kalau laki-laki selalu menang dan berhak mempermalukan dan melecehkan mereka.
Menurut Lisette Quesnel, seorang penasihat bidang kekerasan berbasis gender di Oxfam, Oxford, United Kingdom (konfederasi internasional yang bergerak dalam bidang mencari solusi atas kemiskinan dan ketidakadilan di seluruh dunia), hal ini terjadi karena mereka telah diindoktrinasi oleh keluarga, pemuka agama, dan masyarakat pada umumnya.
2. Somalia
Somalia dicatat sebagai negara terburuk kedua bagi wanita untuk tumbuh dan berkembang, dengan skor 0,106 pada skala. Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), wanita di Somalia menanggung beban berat akibat ketidaksetaraan gender, mencakup kemiskinan, patriarki, dan budaya berbasis klan.
Akibatnya, wanita di sini menghadapi situasi sulit tak terelakkan, menjadi sasaran mutilasi alat kelamin wanita, kurangnya peran serta dalam politik, dan pengangguran.
3. Mali
Negara Mali adalah tempat terburuk ketiga bagi anak perempuan tumbuh dan berkembang. Skor negara ini hanya 0,111 pada indeks. Sekalipun kaum wanitanya membuat keuntungan setelah kesepakatan damai tercapai tahun 2015 yang mengakhiri konflik bersenjata Mali selama ini, tetap saja kekacauan politik berlangsung.
Namun begitu, presiden mereka telah berjanji rancangan undang-undang yang mengharuskan 30% kuota wanita di parlemen akan diberlakukan, walaupun sepertinya berjalan lamban.