-
Muncul perasaan kurang, iri, atau rendah diri karena merasa "kalah level" dibanding unggahan glamor orang lain
-
Bisa memicu FOMO (Fear of Missing Out), rasa kesepian, hingga gangguan mental seperti depresi dan kecemasan
Tips Bijak: Flexing yang Sehat dan Tetap Authentic
-
Tanya diri sendiri dulu sebelum posting:
“Apakah ini bermakna, atau hanya buat pamer?” -
Bagikan cerita, bukan sekadar citra:
Misalnya, tunjukin proses kerja keras, tantangan, atau pelajaran yang kamu petik. -
Kurangi frekuensi isian unggahan glamor:
Flexible, tapi jangan terus-terusan biar gak jadi monoton atau bikin orang lain merasa terbebani. -
Unggah dengan empati:
Pikirkan efek unggahanmu bisa jadi orang lain sedang dalam masa sulit. -
Perkuat hubungan di dunia nyata:
Jadikan media sosial sebagai pelengkap, bukan pusat identitas. Prioritaskan koneksi offline.
Kesimpulan: Flexing Gak Salah, Asal Tetap di Jalur Seimbang
Flexing itu manusiawi bukan dosa asal tujuannya positif dan frekuensinya terkendali. Yang penting: kekuatan untuk berbagi dengan kebermaknaan, bukan sekadar cari perhatian. Jadi, siap-flexing dengan bahagia dan bijak?