BOGORINSIDER.com - Di tengah gempuran gaya hidup modern dan pengaruh obat-obatan barat, masyarakat Indonesia masih memegang erat sejumlah tradisi pengobatan yang dianggap manjur sejak dulu. Dua di antaranya yang paling populer adalah kerokan dan minum tolak angin. Bagi sebagian besar orang Indonesia, keduanya bukan sekadar upaya mengatasi masuk angin, melainkan juga simbol kebiasaan turun-temurun yang melekat dalam keseharian.
Kerokan: “Obat Masuk Angin” dari Dapur
Siapa yang tidak kenal kerokan? Dengan bermodal koin dan sedikit minyak kayu putih, balsem, atau minyak telon, kerokan dipercaya mampu mengusir masuk angin. Prosesnya sederhana, yakni menggosokkan koin yang telah diberi minyak ke bagian punggung, leher, atau dada hingga muncul garis-garis merah.
Bagi sebagian orang, warna merah yang timbul dianggap sebagai tanda bahwa “angin” telah keluar dari tubuh. Meski dari sisi medis penjelasannya lebih kepada melancarkan peredaran darah dan memberikan efek hangat, tradisi ini tetap digemari. Bahkan, kerokan sering dijadikan bentuk perhatian orang tua kepada anak, atau istri kepada suami sebuah tanda kasih sayang yang diwariskan lintas generasi.
Tolak Angin: Jamu Modern yang Ikonik
Jika kerokan butuh bantuan orang lain, maka cara praktis yang lebih modern adalah minum Tolak Angin. Produk jamu cair ini sudah identik dengan semboyan “orang pintar minum Tolak Angin”. Rasanya khas, perpaduan manis dan rempah-rempah, berasal dari bahan alami seperti jahe, adas, madu, dan daun mint.
Tolak Angin menjadi bukti bagaimana jamu tradisional bisa beradaptasi dengan zaman. Dibuat dalam bentuk sachet cair, mudah dibawa ke mana saja, dan bisa diminum kapan pun saat tubuh mulai tidak enak. Tidak heran jika produk ini menjadi semacam “obat wajib” di banyak rumah tangga, bahkan sering dibawa saat bepergian jauh.
Simbol Budaya dan Kebersamaan
Lebih dari sekadar pengobatan, kerokan dan minum Tolak Angin punya makna budaya yang kuat. Kerokan misalnya, sering menjadi alasan seseorang untuk “dirawat” oleh anggota keluarga lain. Momen ini menciptakan kedekatan emosional. Sementara Tolak Angin mencerminkan wajah jamu Indonesia yang bisa bersaing di era modern tanpa kehilangan akarnya pada tradisi.
Keduanya juga menjadi topik pembicaraan ringan dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan seperti “kayaknya gue masuk angin deh” atau “abis dikerokin langsung enakan” sudah menjadi bahasa sehari-hari orang Indonesia. Bahkan, budaya ini sering membuat orang asing penasaran bagaimana konsep “masuk angin” yang hanya dikenal di Indonesia.
Antara Tradisi dan Sains
Walau sebagian orang menilai kerokan hanya sugesti, riset menunjukkan kerokan memang melancarkan peredaran darah, merangsang pelepasan endorfin, dan menimbulkan rasa rileks. Begitu juga dengan jamu seperti Tolak Angin yang kini sudah diuji secara ilmiah dan mendapat pengakuan internasional.
Ini menunjukkan bahwa tradisi lama tidak selalu bertentangan dengan ilmu pengetahuan, justru bisa saling melengkapi. Kerokan memberi sentuhan personal yang hangat, sementara Tolak Angin memberi solusi cepat dan praktis.
Penutup
Tradisi kerokan dan kebiasaan minum Tolak Angin adalah dua wajah budaya sehat ala Indonesia yang masih bertahan hingga kini. Keduanya bukan hanya soal mengobati masuk angin, tapi juga menyimpan cerita tentang warisan budaya, kedekatan keluarga, dan kebiasaan hidup yang sederhana namun bermakna.