BOGORINSIDER.com --Langit biru berpadu dengan debur ombak, aroma asin laut menyapa hidung, dan pasir putih yang lembut menenangkan langkah kaki. Inilah Pantai Indrayanti, salah satu permata laut selatan yang tak pernah kehilangan pesonanya.
Sebuah tempat di mana alam berbicara lewat ketenangan, dan waktu seolah melambat untuk memberi ruang bagi keindahan.
Cerita di Balik Nama “Indrayanti”
Tak banyak yang tahu, “Indrayanti” bukanlah nama resmi pantai ini. Nama aslinya adalah Pantai Pulang Syawal, namun sebutan “Indrayanti” sudah lebih populer di kalangan wisatawan.
Kisahnya sederhana di masa lalu, ada sebuah warung makan milik seorang perempuan bernama Indrayanti yang berada tepat di tepi pantai. Nama itu kemudian menempel begitu kuat hingga akhirnya diadopsi menjadi identitas kawasan ini.
Baca Juga: HeHa Sky View, Wisata Modern di Bukit Patuk Jogja yang Instagramable Bikin Fotomu Makin Kece
Kini, nama “Indrayanti” bukan hanya legenda lokal, tapi juga simbol kebangkitan wisata pantai di selatan Yogyakarta.
Panorama yang Tak Tergantikan
Pantai Indrayanti terletak di Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari pusat Kota Yogyakarta, perjalanan sekitar dua jam akan membawa kamu melewati perbukitan karst dan jalan berliku menuju hamparan pasir putih yang luas.
Begitu tiba, pemandangan birunya laut langsung memanjakan mata. Garis pantai yang panjang berpadu dengan bukit hijau di sisi timur dan barat menciptakan panorama yang harmonis.
Berbeda dengan pantai selatan lain yang berpasir hitam, Indrayanti menawarkan pasir putih lembut, air laut jernih, dan ombak besar yang menggulung dengan indah.
Baca Juga: Pesona Tebing Breksi, Batu Purba yang Jadi Ikon Wisata Yogyakarta dengan Harga Tiket Berkisar 10K
Romantisme di Tepi Samudra
Pantai ini sering dijuluki “pantai romantis” karena suasananya yang tenang dan eksotis. Saat sore tiba, langit berubah menjadi kanvas oranye keemasan, dan sinar matahari menari di atas permukaan air.
Banyak pasangan datang untuk menikmati momen ini sambil duduk di gazebo bambu atau berjalan di tepi pantai dengan kaki telanjang.
Di malam hari, deretan kafe dan restoran kecil menyalakan lampu-lampu temaram.
Angin laut yang lembut berpadu dengan aroma masakan seafood segarmenciptakan suasana yang begitu intim dan hangat.
Artikel Terkait
Dari Sampah ke Seni: Gerakan Kreatif Ramah Lingkungan di Bogor
Saat Pasar Tradisional Bogor Jadi Wajah Baru Ekonomi Hijau
Warga Bogor Buktikan Berkebun Tak Perlu Lahan Luas
Wates dan Pesona Senja di Waduk Sermo yang Bikin Lupa Pulang
Menyusuri Jejak Masjid Pathok Negoro: Wisata Religi di Wates