22 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia dan Korea Selatan, Bahasa Cia Cia Simpan Jejak Pakai Huruf Hangeul

photo author
- Rabu, 17 Agustus 2022 | 17:03 WIB
Huruf Hangeul (Siti Maryam Purwoningrum)
Huruf Hangeul (Siti Maryam Purwoningrum)

Adaptasi aksara Arab melalui proses yang tidak instan tetapi didasarkan atas kebutuhan komunikasi masyarakat pada masa

lalu, bukan karena kebijakan dari penguasa yang diperuntukan untuk masyarakatnya.

Keempat, keputusan penggunaan aksara Cia Cia tidak melibatkan penutur bahasa Ciacia lainnya, seperti di Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Wabula, dan tempat lainnya yang tersebar di Indonesia.

Kelompok yang tidak setuju terhadap kasus adaptasi aksara Korea, di antaranya seorang pakar linguistik dari Bau Bau.

Dikatakannya bahwa kebijakan untuk mengadaptasi aksara Korea tidak tepat karena tidak sesuai dengan kultur masyarakat Cia Cia. Tradisi dan budaya masyarakat Ciacia adalah budaya Wolio, bahasa induknya adalah bahasa Wolio.

Berdasarkan basis keilmuan yang dimiliki para ahli linguistik umumnya tidak setuju dengan adaptasi aksara Korea.

Pendapat ini diperkuat dengan pernyataan seorang peneliti dari Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara yang mengatakan bahwa adaptasi aksara Hungeul ini dilakukan dengan tidak secara alamiah, tetapi disengaja.

Penyelesaian Etika Diskursus

Bertolak dari persoalan pro dan kontra tersebut, perlu dilihat dalam perspektif etika diskursus.

Masing-masing pihak perlu membuka diri secara bersama memperbincangan persoalan pelestarian aksara Ciacia untuk mencapai saling pengertian.

Penyelesaian etika diskursus pernah ditawarkan oleh Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara (Hanna, 2010) yang menyatakan bahwa penggunaan aksara Hangeul perlu melalui penelitian dan kajian yang mendalam dan komprehensif.�

�Penggunaan aksara Hangeul dalam Bahasa Ciacia perlu melibatkan masyarakat khususnya penutur bahasa Ciacia yang tersebar di seluruh penjuru wilayah Kota Bau-Bau, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Wakatobi, bukan hanya dari pengambil dan penentu kebijakan semata.

Kebijakan penggunaan aksara Hangeul (Korea) terlalu terburu-buru. Kebijakan ini diambil tanpa melalui survei dan penelitian yang mendalam mengenai keberterimaan masyarakat bahasa Ciacia terhadap aksara Hangeul�. Demikian tawaran Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara (Hanna, 2010).

Prinsip diskursus (D) dapat diperlihatkan dengan melakukan diskursus untuk mencapai konsesus di antara partisipan, yakni masyarakat Ciacia sebagai pendukung budaya Ciaca untuk mencapai kesepakatan menerima atau menolaknya.

Karena itu hanya norma yang telah dilaksanakan berdasarkan diskursus praktis adalah norma yang dapat diakui kebenarannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Siti Maryam Purwoningrum

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Lambannya Perkara Kasus Pelecehan di SD Advent Bekasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:17 WIB

Terpopuler

X