BOGORINSIDER.com -- Menteri Sosial Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, menyatakan bahwa aktivis buruh Marsinah belum akan mendapatkan gelar pahlawan nasional pada tahun ini. Hal ini disebabkan proses pengusulannya masih berjalan dan belum mencapai tahapan akhir penetapan.
Gus Ipul menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional tidak bisa dilakukan secara instan karena harus mengikuti mekanisme yang ketat dan bertahap, mulai dari usulan masyarakat, pemerintah daerah, hingga Dewan Gelar.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto tegaskan komitmen berantas korupsi di Pertamina
“Memang tidak bisa tahun ini, karena waktunya tidak cukup. Semua tetap harus melalui prosedur resmi,” ujar Gus Ipul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (20/5/2025).
Ia menambahkan, dalam proses yang umum, seseorang yang diusulkan menjadi pahlawan nasional memerlukan waktu antara satu hingga tiga tahun sebelum bisa ditetapkan.
Proses tersebut dimulai dari diskusi publik dan kajian sejarah oleh masyarakat atau kelompok tertentu, dilanjutkan dengan pengajuan formal kepada kepala daerah melalui tim penilai gelar daerah.
Setelah itu, dokumen diteruskan ke gubernur, lalu diserahkan ke Kementerian Sosial untuk dinilai kembali dan diteruskan ke Dewan Gelar Pusat.
Saat ini, nama Marsinah sendiri masih dalam proses awal pengusulan dari masyarakat di Nganjuk, Jawa Timur.
“Perhatian dari Presiden Prabowo terhadap nama Marsinah memang besar, tapi prosesnya tetap harus ditempuh sesuai ketentuan,” kata Gus Ipul.
Baca Juga: Pengertian Danantara mesin baru Presiden Prabowo untuk Ekonomi RI
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto sempat menyuarakan dukungannya terhadap usulan menjadikan Marsinah sebagai pahlawan nasional.
Dalam pidatonya pada Hari Buruh Internasional 2025, Prabowo menyatakan secara terbuka bahwa ia mendukung penuh pengusulan tersebut.
“Saya akan mendukung Marsinah jadi pahlawan nasional,” ujar Prabowo kala itu.
Marsinah dikenal sebagai simbol perjuangan buruh perempuan di Indonesia. Ia adalah pekerja di pabrik arloji PT Catur Putra Surya, Sidoarjo, pada masa Orde Baru.
Marsinah hilang pada awal Mei 1993 usai memprotes pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan perusahaan. Tiga hari kemudian, jasadnya ditemukan di hutan dengan luka parah dan tanda-tanda penyiksaan.