Tingginya frekuensi kereta pinggiran kota di Jabodetabek yang berangkat setiap 3 menit sekali di beberapa gerbang, semakin meningkatkan risiko kecelakaan. Meskipun undang-undang mensyaratkan perbaikan pada perlintasan kereta api, perbaikan ini masih sulit dilaksanakan.
10 tahun telah berlalu dan tragedi Bintaro II patut menjadi cambuk bagi pemerintah untuk segera membenahi perlintasan kereta api yang sering terjadi kecelakaan, serta melakukan pengawasan terhadap perlintasan ilegal yang melintasi jalur kereta api. Keselamatan masyarakat dalam menggunakan angkutan umum harus menjadi prioritas utama.***