"Dua teh hangat, ya," kata saya kepada pemilik warung.
Kami berdua istirahat selama 15 menit di warung itu, lalu melanjutkan perjalanan menuju majelis. Ketika saya hendak mengambil motor dan memulai perjalanan lagi, tiba-tiba ada seseorang yang tidak dikenal menghadang kami dan meminta uang.
"Mas, bolehkah saya minta uang?" kata pria yang tampaknya berusia sekitar 45 tahun.
"Saya punya," saya mengambil beberapa lembar uang recehan lima ratusan rupiah dari saku motor Doni.
"Tidak cukup," katanya sambil merogoh saku motor Doni.
"Sudahlah! Jangan paksa begitu. Jika Anda meminta uang..." Doni marah pada orang tersebut.
Saya memberikan semua uang recehan yang ada di saku motor Doni. Pemilik warung mendekati kami dan memberikan nasihat kepada pria tersebut. Kemudian, saya menyalakan motor lagi dan melanjutkan perjalanan.
"Biarkan saja, Don. Anggap saja itu sebagai sedekahmu hari ini," kata saya untuk meredakan kemarahan Doni terhadap orang yang meminta uang tadi.
"Iya, San. Benar-benar aneh orang tadi," kata Doni.
Setelah setengah jam perjalanan melalui perkampungan dan persawahan, kami akhirnya tiba di majelis. Kami disambut oleh Mas Rovi di gerbang.
"Apakah kamu sering datang ke sini di hari-hari biasa?" tanya Mas Rovi.
"Iya, saya sering. Saya membawa teman saya yang ingin menjadi Jamaah Thoriqoh," jawab saya.
Baca Juga: Kisah horor mengerikan kisah nyata, ibu-ibu dikejar sosok misterius jas hujan warna kuning
Saya melihat Mas Rovi sibuk merokok dengan cara khas anak santri. Saya juga meraih sebatang rokok buatan Mas Rovi tadi.
Sambil menunggu waktu dzuhur, saya berbicara dengan Mas Fuad yang telah tinggal di majelis selama hampir sebulan.