BOGORINSIDER.com --Saat kuliah dulu, saya memiliki seorang teman wanita dekat bernama Dian. Yah, mungkin bisa dikatakan bahwa kami memiliki hubungan lebih dari sekadar teman.
Pada tahun 2007, Dian tinggal dan kuliah di Bandung seperti saya, meskipun kami berkuliah di kampus yang berbeda tetapi satu angkatan. Ayah Dian adalah seorang pejabat tinggi di sebuah Bank Daerah, jadi keluarganya cukup berada.
Sebagai seorang pejabat tinggi, Ayah Dian sering pindah tempat kerja, dan tentu saja, rumah dinas mereka juga ikut pindah.
Pada saat itu, dia baru saja diberi tugas untuk memimpin salah satu cabang Bank tersebut di Majalengka, sebuah kota kecil di timur Jawa Barat yang tidak begitu ramai karena tidak dilalui oleh jalur utama lintas Jawa.
Baca Juga: 10 Tips inspirasi desain interior jemuran sederhana untuk menjemur pakaian dengan efisien
Karena saya adalah pacarnya yang sudah lama mengenal keluarga Dian, saya tidak punya pilihan selain membantu mereka dalam proses pindahan dari rumah lama ke rumah dinas baru di Majalengka. Tapi sebenarnya, saya senang pergi jalan-jalan, terutama ke luar kota, jadi saya dengan senang hati membantu mereka dalam proses pindahan tersebut.
Saya masih ingat betul, pada hari Kamis, kami bertiga berangkat dari Bandung menuju Majalengka dengan menggunakan mobil pribadi. Mengapa bertiga? Karena adik perempuan Dian, Ira namanya, ikut serta juga. Saat itu, Ira masih berumur 19 tahun jika tidak salah.
Saya duduk di kursi pengemudi, memandu mobil menuju Majalengka melalui jalur Sumedang - Jatiwangi. Saya cukup menyukai jalur ini karena masih terdapat pepohonan jati di beberapa area, seperti hutan kecil. Itu dulu, mungkin sudah berubah sekarang.
Saat kami tiba di rumah dinas, saya memaksakan diri untuk keluar dari mobil dan menuju pintu belakang. Saya merasa ragu untuk melirik ke arah garasi tempat pocong itu berdiri.
Setelah kami masuk ke dalam rumah, saya langsung mengunci pintu dan bergegas menuju kamar. Begitu berada di dalam kamar, saya segera mencoba menenangkan diri dan ingin segera pergi ke luar rumah. Saya merasa tidak nyaman.
Dan benar saja, setelah itu, saya tidak bisa tidur. Karena ternyata, ketakutan itu belum berakhir.
Waktu sudah hampir pukul dua dini hari, ketika sekali lagi, saya mendengar suara tawa bayi dari ruang tamu. Kali ini suaranya semakin jelas dan bertahan lebih lama.
Allah...
gw benar2 tersiksa malam itu.
Mau lari dan masuk ke kamar Dian ga mungkin, masuk ke kamar ortu Dian, makin ga mungkin.
Kebayang kan?