Di sepanjang rute ini, wisatawan akan diajak berhenti di Masjid Jami Muntok, bangunan tua berarsitektur khas Melayu-Arab, serta Gereja Tua Santa Maria, bukti keberagaman yang telah mengakar sejak dulu.
Tidak jauh dari sana, Pelabuhan Tanjung Kalian dengan mercusuarnya yang menjulang menjadi saksi aktivitas ekonomi Muntok dari masa ke masa.
Baca Juga: Staycation di Wates: Menemukan Tenang di Penginapan Bernuansa Pedesaan Jawa
Dari Timah ke Wisata Budaya
Kini, Muntok sedang menata wajah barunya. Dari kota industri menjadi kota budaya. Pemerintah dan warga lokal sepakat bahwa pelestarian sejarah adalah masa depan pariwisata Bangka Barat.
Setiap mural baru yang menghiasi dinding tua, setiap acara budaya yang digelar di lapangan kota, adalah cara Muntok berbicara kepada dunia: bahwa sejarah bukan sekadar kenangan, melainkan identitas yang hidup.
Di malam hari, cahaya lampu jalan memantul di tembok bangunan tua, menciptakan suasana hangat yang romantis. Banyak wisatawan yang menyebutnya “mini Malaka” versi Indonesia, tetapi bagi warga Muntok, kota ini lebih dari itu ia adalah rumah bagi kenangan dan harapan.
Muntok memang tua, tapi tak pernah benar-benar menua. Setiap langkah di jalannya, setiap bayangan di dinding kolonialnya, mengingatkan kita bahwa masa lalu bisa menjadi sumber inspirasi bagi masa depan.
Di tengah geliat pariwisata modern, Muntok menawarkan sesuatu yang berbeda: keheningan yang bercerita, kesederhanaan yang memikat, dan sejarah yang masih hidup dalam napas warganya.
Artikel Terkait
Pantai Klayar Pacitan Harmoni Ombak, Batu Karang, dan Keheningan Alam Cocok Untuk Kamu Melepas Penat
Liburan Asik Anti Mainstream Nikmati Petualangan Wisata Sungai Maron Amazonnya di Pacitan yang Menenangkan
Keajaiban Goa Tabuhan, Simfoni Alam Antimainstream dari Jantung Pacitan
Pesona Pantai Buyutan Pacitan, Destinasi Wisata Surga Tersembunyi di Balik Tebing Selatan Jawa
Sensasi Terbang di Bukit Paralayang Pabangbon, Destinasi Wisata Surga di Leuwiliang Bogor