BOGORINSIDER.com - Sejumlah pakar hukum tata negara (HTN) telah mengemukakan pendapat bahwa langkah pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memenuhi persyaratan konstitusional yang diatur.
Evaluasi ini muncul dari adanya bukti konkret yang menunjukkan keterlibatan langsung Presiden dalam upaya untuk mengamankan kemenangan pasangan Prabowo Subianto dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Aspek-aspek yang dapat diidentifikasi dengan jelas ini menciptakan keraguan serius mengenai integritas konstitusional Presiden Jokowi, sehingga membuka pintu bagi pertimbangan serius terkait proses pemakzulan.
Dengan adanya bukti yang mendukung klaim ini, perdebatan seputar pelanggaran konstitusi oleh pihak berwenang menjadi semakin kompleks, dan hal ini menimbulkan kebutuhan untuk menyelidiki lebih lanjut dalam konteks pengawasan dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip konstitusi yang mendasari negara.
Peneliti di Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai pernyataan tersebut bisa dikatakan sebagai amunisi bagi DPR untuk membangun langkah-langkah nyata demi mengevaluasi secara serius kebijakan Presiden Jokowi yang dianggap merugikan rakyat, bangsa, dan negara.
"Jadi pakar HTN ini sesungguhnya menantang DPR. Apakah pernyataan kekecewaan yang dilontarkan sejumlah politisi parlemen betul-betul berangkat dari keprihatinan atas penyimpangan kebijakan Presiden atau hanya sekedar pernyataan politis yang dimaksudkan untuk mendapatkan simpati publik saja?" terangnya.
Lucius menilai dalam tahun politik, banyak pernyataan politisi didasarkan pada kepentingan politik masing-masing dan demi efek elektoral saja. Sehingga dugaan penyimpangan kebijakan hanya dijadikan komoditas politik sesaat saja. Oleh sebab itu, DPR patut segera melakukan langkah konkret.
"Jika menurut ahli HTN sudah cukup alasan untuk memakzulkan Jokowi, harusnya langkah nyata segera bergulir di parlemen untuk mengumpulkan dukungan dari DPR dalam menggunakan hak angket," tandasnya.
Lucius juga menilai bahwa secara politis, legitimasi Presiden Jokowi kian tergerus karena sepak terjang Presiden yang tidak netral lagi di Pemilu 2024. Keberpihakan presiden pada calon tertentu di pemilu mengangkangi kedudukan presiden sebagai kepala negara yang harus berdiri di atas semua kelompok dalam urusan pemilu.
"Keberpihakan Presiden membawa bahaya terbukanya upaya mobilisasi infrastruktur kekuasaan untuk kepentingan kelompok yang didukung Presiden saja. Ini tentu tak adil dan melawan asas pemilu yang luber dan jurdil," pungkasnya.
Ruang Senyap
Pengamat Politik dari UPN Veteran Jakarta mengatakan peluang untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo semakin kecil. Karena pelanggaran yang dia lakukan berada di ruang senyap.
“Sulitnya menentukan tindakan pelanggaran presiden karena polanya yang senyap, impeachment baru bisa dilakukan saat presiden mengkhianati negara, melakukan korupsi, penyuapan, dan tindakan-tindakan tercela lainnya yang menyebabkannya tidak layak lagi menjadi presiden.” ujar Danis dihubungi hari ini (20/11).
Selain itu, citra DPR di masyarakat vis a vis atau berhadapan satu lawan satu dengan penilaian publik yang baik terhadap pemerintah.
Artikel Terkait
Beda Sikap Anies Baswedan, Prabowo dan Ganjar saat Salaman dengan Jokowi, Warganet: Next Presiden 2024
Aturan Tegas Harus Dibuat Jokowi Demi Pembuktian Netralitas Di Indonesia
Mirisnya Tatanan Demokrasi Sekarang Ini Akibat Adanya Dinasti Politik Jokowi
Tok! Presiden Jokowi Berhasil Resmikan Kantor FIFA di Jakarta
Kalian Tahu Gibran Kuliah Dimana? Cawapres Prabowo dan Anak Jokowi Ternyata Pernah Menempuh Pendidikan di Luar Negeri