Di salah satu sudut jalan menuju stasiun Wates, dua sahabat muda duduk sambil menikmati sate klathak dan nasi panas. “Kami tiap minggu ke sini,” ujar salah satunya. “Sate klathak ini rasanya seperti rumah. Pedasnya ringan, tapi bikin kangen.”
Begitulah Wates malam hari. Kota kecil yang mungkin terlewat di peta wisata Yogyakarta, namun menyimpan cita rasa yang membekas lama.
Kuliner yang Mengikat Cerita
Ada filosofi menarik di balik kuliner tradisional seperti sate klathak dan wedang uwuh. Keduanya lahir dari kesederhanaan, tapi justru di situlah kekuatannya. Bahan-bahan lokal, cara masak turun-temurun, dan kehangatan interaksi antara penjual dan pembeli membuat setiap suapan mengandung cerita.
Di dunia yang serba cepat, kuliner pinggir jalan seperti ini mengingatkan kita bahwa kenikmatan sejati datang dari proses yang pelan, jujur, dan tulus.
Tips Menikmati Kuliner Malam di Wates
- Datang sekitar pukul 19.00–22.00 saat warung sedang ramai tapi tidak padat.
- Coba kombinasi sate klathak, nasi hangat, dan teh gula batu.
- Nikmati wedang uwuh setelah makan untuk menghangatkan tubuh.
- Siapkan uang tunai kecil karena sebagian besar warung belum menerima pembayaran digital.
- Jangan lupa sapa penjual dengan ramah mereka senang bercerita.
Menjelang tengah malam, jalanan mulai sepi. Warung tenda satu per satu menurunkan tirai plastik, dan bara arang padam perlahan. Tapi aroma sate masih tertinggal di udara seperti kenangan yang enggan pergi.
Mungkin inilah alasan mengapa banyak orang kembali ke Wates: bukan sekadar untuk makan, tapi untuk menemukan kembali kehangatan yang sederhana dan tulus di bawah langit malam Jawa.