BOGORINSIDER.com — Di sebuah pagi berkabut di kaki Gunung Sumbing, suara ayam berkokok berpadu dengan desir angin yang menerpa dedaunan pisang. Inilah Windusari, kecamatan kecil di Magelang yang perlahan berubah menjadi ruang belajar terbuka tempat wisatawan bisa menyelami kehidupan petani, memahami alam, dan belajar tentang harmoni manusia dengan tanah yang mereka pijak.
Belajar dari Alam: Konsep Wisata Edukasi Windusari
Bagi masyarakat Windusari, alam bukan sekadar tempat tinggal, melainkan guru yang memberi pelajaran setiap hari. Dari semangat inilah lahir konsep wisata edukasi alam, sebuah gagasan yang mengajak pengunjung untuk terlibat langsung dalam kegiatan pertanian, peternakan, dan pelestarian lingkungan.
Salah satu desa yang aktif mengembangkan program ini adalah Desa Girimulyo. Warga membuka lahan mereka untuk dijadikan lokasi belajar bagi pelajar, keluarga, dan wisatawan yang ingin merasakan pengalaman bertani secara nyata. Di sini, kamu bisa memegang cangkul, menanam bibit sayuran, hingga memetik hasil panen sambil menikmati udara segar pegunungan.
Kopi, Sayur, dan Kebun Organik: Kelas Alam di Lereng Sumbing
Di Windusari, pertanian menjadi nadi kehidupan. Banyak desa yang kini beralih ke sistem pertanian organik, meminimalisasi penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Di kebun-kebun ini, wisatawan diajak memahami bagaimana tanah, air, dan sinar matahari bekerja bersama menjaga kesuburan bumi.
Tak hanya sayuran, kopi juga menjadi komoditas unggulan Windusari. Beberapa petani membuka tur kebun kopi yang edukatif. Wisatawan bisa melihat proses dari pohon hingga secangkir kopi: mulai dari memetik buah, mengupas, mengeringkan, hingga memanggang biji dengan tungku kayu. Sesi akhirnya tentu saja mencicipi kopi robusta khas lereng Sumbing yang aromanya kuat dan rasa tanahnya terasa dalam setiap tegukan.
Baca Juga: Pantai Wedi Ireng Banyuwangi, Destinasi Wisata Permata Tersembunyi di Selatan Pulau Jawa
Tradisi dan Kearifan Lokal yang Tetap Hidup
Keunikan wisata edukasi di Windusari terletak pada perpaduan antara modernitas dan tradisi. Di sela kegiatan bertani, wisatawan dapat menyaksikan ritual adat “Merti Dusun” upacara syukur yang dilakukan warga untuk menghormati bumi dan hasil panen. Musik gamelan, tumpeng, dan doa bersama menjadi simbol bahwa kerja keras manusia tak pernah terlepas dari restu alam.
Bagi warga Windusari, tradisi bukan masa lalu yang diam, tetapi napas kehidupan yang terus mereka rawat. “Kami ingin anak-anak kota tahu, bahwa nasi yang mereka makan datang dari tangan-tangan petani yang mencintai bumi,” ujar salah satu petani senior di Girimulyo saat kegiatan belajar bersama berlangsung.
Membangun Masa Depan Melalui Pendidikan Alam
Wisata edukasi Windusari bukan sekadar tempat berlibur, tetapi juga ruang refleksi tentang keberlanjutan. Beberapa sekolah dan universitas bahkan menjadikan kawasan ini sebagai lokasi praktek lapangan dan penelitian lingkungan.
Melalui kegiatan seperti reboisasi, konservasi sumber air, dan pengelolaan sampah organik, wisatawan diajak berpartisipasi langsung menjaga alam.
Program “Belajar dari Alam Windusari” kini mendapat perhatian luas. Banyak keluarga muda datang untuk mengenalkan anak-anak mereka pada dunia pertanian dan nilai kerja keras. Bagi generasi digital yang tumbuh di kota, pengalaman ini menjadi momen berharga untuk memahami hubungan manusia dengan tanah secara nyata.
Artikel Terkait
Menyelami Keindahan Alam Windusari, Surga di Magelang
Menelusuri Keindahan Alam Windusari dari Sawah hingga Air Terjun
Pulau Merah Wisata Banyuwangi, Pesona Senja dan Ombak yang Tak Pernah Padam
Harga Tiket Tidak Sampai 10k, Nikmati Wisata Kawah Ijen Banyuwangi Perjalanan Menuju Cahaya Biru dari Perut Gunung
Menyusuri Alas Purwo Banyuwangi, Tempat Destinasi Wisata Alam dan Mistis Berpadu di Ujung Timur Jawa