BOGORINSIDER.com --Ada yang tak pernah lekang destinasi wisata Bogor yakni dari Puncak kabut lembut yang menyapa pagi, wangi tanah basah setelah hujan, dan segelas kopi hangat yang jadi teman perjalanan.
Di tengah hiruk pikuk dunia digital, kawasan Puncak Bogor tetap menawarkan ruang untuk berhenti sejenak, bernapas lebih pelan, dan mengingat bagaimana rasanya hidup tanpa terburu-buru.
Pagi di Antara Kabut: Awal dari Keheningan
Tak perlu menunggu akhir pekan panjang untuk menuju Puncak. Perjalanan dari pusat Kota Bogor hanya memakan waktu sekitar 1–1,5 jam. Saat mobil mulai menanjak di jalan berliku Cisarua, kabut tipis mulai turun perlahan. Udara menjadi lebih lembap dan segar.
Baca Juga: CKP Textile Jadi Solusi Pasokan Kain Berkualitas untuk Industri Garmen Nusantara
Banyak orang memilih berhenti destinasi wisata Bogor di beberapa titik panorama seperti Gunung Mas Tea Estate hamparan kebun teh yang tak bertepi. Dari sini, kamu bisa menyaksikan pemandangan perbukitan yang seolah tak ada ujungnya.
Jika datang sekitar pukul 06.00 pagi, matahari baru menembus kabut, menghadirkan siluet lembut pepohonan yang kontras dengan warna langit jingga muda.
Alamat: Jl. Raya Puncak KM 87, Cisarua, Bogor.
Tiket masuk: Rp25.000 (dewasa), Rp20.000 (anak-anak).
Jam buka: 06.00–18.00 WIB.
Di sekitar area ini juga tersedia jalur trekking ringan dengan durasi sekitar 30 menit hingga 1 jam. Cocok untuk kamu yang ingin menikmati udara segar tanpa perlu naik gunung tinggi.
Kopi dan Cerita dari Lereng
Tak ada yang lebih nikmat daripada menyeruput kopi lokal sambil memandangi kabut bergerak di atas kebun teh. Di kawasan destinasi wisata Bogor yakni Puncak Pass hingga Tugu Selatan, kini banyak bermunculan kafe berkonsep alam terbuka.
Salah satunya Kopi Nirmala, kafe kecil di tepi lembah yang kini menjadi spot favorit para penikmat senja.
Alamat: Jl. Raya Puncak KM 82, Tugu Selatan, Cisarua.
Jam buka: 08.00–21.00 WIB.
Harga kopi: mulai Rp25.000 per cangkir.
Di sini, pengunjung bisa duduk di dek kayu menghadap lembah hijau. Suara jangkrik dan aroma kopi arabika dari Ciwidey atau Gunung Puntang mengisi udara sore.
Banyak pengunjung datang bukan hanya untuk kopi, tapi juga untuk menulis, membaca, atau sekadar berbicara dengan tenang.
Pemilik kafe, Budi seorang barista muda yang pindah dari Jakarta—bercerita bahwa banyak pelanggan datang untuk “mengembalikan tenang”. Menurutnya, Puncak bukan lagi soal kemacetan dan vila mewah, melainkan tentang waktu yang bergerak lebih lambat.
Artikel Terkait
Menyusuri Malam di Wates: Nikmatnya Sate Klathak Pinggir Jalan dan Wedang Uwuh
Dari Wates ke Laut Selatan: Sensasi Naik Kereta ke Pantai Glagah
Staycation di Wates: Menemukan Tenang di Penginapan Bernuansa Pedesaan Jawa
Festival Budaya Wates 2025: Pesta Seni dan Kreativitas Anak Muda Kulon Progo
Menelusuri Sejarah Bangka di Kota Tua Muntok yang Memikat