BOGORINSIDER.com --Di tepi Sungai Bengawan Solo, sebuah cerita besar tentang perjalanan manusia pernah terungkap.
Tidak banyak daerah di Indonesia yang memiliki catatan evolusi manusia sejelas Trinil di Kabupaten Ngawi.
Museum Trinil adalah tempat di mana potongan sejarah itu tersimpan, menghadirkan kisah masa lalu yang mampu membuat siapa pun berhenti sejenak dan merenung tentang perjalanan panjang manusia.
Baca Juga: Jadikan Liburanmu Anti Mainstream Menyusuri Wisata Alas Ketonggo dan Cerita Mistis yang Masih Hidup
Banyak orang datang karena rasa ingin tahu, tetapi hampir semua pulang dengan perasaan berbeda setelah melihat langsung bukti kehidupan purba yang pernah mengisi wilayah ini.
Sebelum museum dibangun, kawasan Trinil sudah lama dikenal oleh para peneliti dunia.
Penemuan besar yang terjadi di sini mengubah peta pemahaman tentang evolusi manusia dan menjadikan Ngawi sebagai salah satu titik penting dalam studi paleoantropologi global.
Museum Trinil kemudian hadir untuk merangkum kisah tersebut dalam bentuk ruang edukasi yang mampu dinikmati oleh masyarakat, pelajar, wisatawan, dan siapa saja yang ingin memahami masa lampau bumi Jawa.
Baca Juga: Menyusuri Wisata Kebun Teh Jamus Ngawi dengan Aroma Khasnya dan Cerita di Balik Pemetiknya
Jejak Penemuan Penting di Dunia Paleoantropologi
Trinil mulai dikenal luas setelah peneliti Belanda, Eugene Dubois, melakukan penggalian pada tahun 1891.
Di sinilah ia menemukan fosil yang kemudian dikenal sebagai Pithecanthropus erectus atau manusia kera berjalan tegak.
Penemuan ini menjadi titik balik dalam diskusi global tentang asal usul manusia. Dunia akademik saat itu terbelah, tetapi temuan Dubois membuat nama Trinil masuk dalam buku sejarah sains internasional.
Museum Trinil kini menyimpan banyak replika dan data mengenai penemuan tersebut.
Pengunjung dapat melihat bagaimana fosil ditemukan, lapisan tanah yang menjadi tempat penggalian, serta bagaimana para ilmuwan mencoba memahami kehidupan manusia purba.