BOGORINSIDER.com — Malam mulai beranjak tenang di Stasiun Wates. Lampu-lampu peron menyala lembut, memantulkan cahaya ke rel yang basah sisa hujan sore. Di antara penumpang yang menunggu, tampak wajah-wajah lelah bercampur antusias. Tujuan mereka satu: menikmati akhir pekan ke Pantai Glagah dengan cara paling sederhana, naik kereta.
Kereta lokal Prambanan Ekspres menjadi andalan warga sekitar Kulon Progo. Dengan harga tiket yang tak sampai sepuluh ribu rupiah, penumpang bisa menikmati perjalanan singkat penuh pemandangan sawah dan pepohonan. Sesekali tampak deretan rumah joglo dan ladang yang menguning, menghadirkan suasana pedesaan khas Yogyakarta yang sulit ditemukan di kota besar.
Menelusuri Jalur Hijau ke Arah Selatan
Begitu kereta mulai melaju, suara roda besi bergesekan dengan rel menjadi musik pengiring perjalanan. Dari jendela, pemandangan berganti cepat sawah luas, perkampungan kecil, dan di kejauhan, garis tipis biru laut mulai tampak.
Waktu tempuh menuju stasiun terdekat Pantai Glagah hanya sekitar 20 menit. Dari sana, perjalanan dilanjutkan dengan ojek lokal atau angkot menuju pantai. Meski singkat, sensasi perjalanan ini selalu membuat penumpang merasa sedang menuju sesuatu yang lebih besar dari sekadar destinasi wisata sebuah pelarian kecil dari rutinitas.
Baca Juga: Menyusuri Malam di Wates: Nikmatnya Sate Klathak Pinggir Jalan dan Wedang Uwuh
Pantai Glagah: Laut Selatan yang Tenang dan Fotogenik
Setiba di Pantai Glagah, suara deburan ombak langsung menyapa. Angin laut membawa aroma asin yang khas. Di sepanjang pantai, tampak anak-anak bermain pasir, pasangan muda berfoto di dermaga beton, dan wisatawan lokal menikmati kelapa muda di warung pinggir jalan.
Pantai Glagah dikenal dengan laguna dan tetrapod-nya batu penahan ombak berbentuk unik yang menjadikan tempat ini sangat estetik untuk berfoto. Saat senja tiba, langit oranye keemasan berpadu dengan biru laut, menciptakan panorama yang sering jadi incaran fotografer lokal.
Murah tapi Berkesan: Wisata untuk Semua Kalangan
Bagi banyak orang, liburan identik dengan biaya besar. Namun perjalanan dari Wates ke Pantai Glagah membuktikan sebaliknya. Dengan modal tak lebih dari Rp20.000 untuk tiket dan transportasi lokal, siapa pun bisa menikmati keindahan laut selatan tanpa khawatir kantong kering.
Lebih dari sekadar destinasi, perjalanan ini juga mengajarkan tentang apresiasi terhadap hal-hal sederhana tentang bagaimana kebahagiaan bisa lahir dari perjalanan singkat, angin laut, dan senja yang perlahan tenggelam di cakrawala.
Kereta terakhir malam itu membawa kembali para pelancong ke Stasiun Wates. Di wajah mereka, tampak kelelahan bercampur bahagia. Tak ada souvenir mahal, tak ada resort mewah, hanya kenangan akan ombak dan perjalanan sederhana yang berkesan.
Mungkin, inilah bentuk liburan paling jujur bukan sekadar pergi, tapi juga pulang dengan cerita yang akan selalu diceritakan ulang.