BOGORINSIDER.com --Ada yang bilang, kalau kamu ingin merasakan sensasi menyusuri Amazon tanpa harus terbang jauh ke Amerika Selatan, datanglah ke Pacitan.
Di sinilah Sungai Maron mengalir tenang, membelah hamparan hijau yang rimbun, menciptakan pengalaman yang memanjakan mata dan menenangkan hati.
Petualangan di Tengah Alam yang Hidup
Sungai Maron mengalir sejauh 4,5 kilometer dari hulu di Desa Dersono, Kecamatan Pringkuku, hingga bermuara di Pantai Ngiroboyo.
Selama perjalanan, air sungai yang jernih memantulkan bayangan pepohonan kelapa dan padi hijau di sekelilingnya.
Baca Juga: Pantai Srau Pacitan, Pesona Tiga Teluk di Ujung Selatan Jawa Surga Tersembunyi Gak Boleh Dilewatkan
Wisatawan dapat menyusuri sungai ini menggunakan perahu kecil yang dikayuh perlahan oleh warga lokal.
Setiap gerakan dayung membawa kita ke dunia yang berbeda dunia yang sunyi, alami, dan bebas dari hiruk pikuk kota. Hanya suara air, burung, dan semilir angin yang menemani.
Tak heran jika banyak orang menyebut Sungai Maron sebagai tempat meditasi alam terbaik di Pacitan.
Keindahan yang Tak Terlupakan
Perjalanan dengan perahu biasanya memakan waktu sekitar 45 menit hingga satu jam. Di sepanjang aliran sungai, pengunjung bisa melihat perpaduan warna alami yang menakjubkan: biru jernih air, hijau daun, dan langit cerah di atas kepala. Di beberapa titik, airnya begitu bening hingga dasar sungai terlihat jelas.
Banyak wisatawan yang berhenti di tengah perjalanan hanya untuk berfoto atau sekadar merasakan air sungai dengan tangan mereka.
Baca Juga: Rahasia di Balik Keindahan Goa Gong Pacitan, Wisata Alam yang Memukau Dunia
Beberapa bahkan memilih berendam di tepian dangkal sambil menikmati ketenangan yang jarang ditemukan di tempat wisata lain.
Kisah Warga dan Harmoni Alam
Sungai Maron bukan hanya destinasi wisata, tapi juga sumber kehidupan bagi warga Desa Dersono. Mereka menjaga sungai ini seperti menjaga rumah sendiri. Tak ada suara mesin besar, tak ada limbah yang mengalir hanya perahu kayu kecil dan tawa ramah para pengemudi perahu.
Salah satu warga, Pak Warto, bercerita bahwa sejak sungai ini mulai dikenal wisatawan, banyak anak muda desa ikut terlibat dalam menjaga kebersihan dan mengelola wisata secara mandiri.