ATSI Usul Pembagian Merata Frekuensi Internet Cepat, Operator Tinggal Tiga

photo author
- Jumat, 18 Juli 2025 | 09:20 WIB
ATSI Usul Pembagian Merata Frekuensi Internet Cepat, Operator Tinggal Tiga (ilustrasi internet cepat/merdeka.com)
ATSI Usul Pembagian Merata Frekuensi Internet Cepat, Operator Tinggal Tiga (ilustrasi internet cepat/merdeka.com)

BOGORINSIDER.com -- Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengajukan usulan kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) agar seleksi pita frekuensi internet cepat tidak lagi melalui lelang, melainkan dibagikan secara merata kepada operator seluler yang tersisa.

Hal ini menyusul jumlah operator eksisting yang kini hanya tinggal tiga, yaitu Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, dan XL Axiata (XLSmart).

Baca Juga: Seleksi Frekuensi 1,4 GHz Digelar Juli, Komdigi Incar Internet 100 Mbps untuk Daerah

Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menyatakan bahwa dengan jumlah operator yang terbatas, model seleksi melalui lelang berisiko menciptakan ketimpangan dan duopoli layanan.

“Saya setuju frekuensi dibagi saja, supaya semua operator bisa memberikan layanan yang adil kepada masyarakat,” ujarnya dalam pertemuan di Jakarta, Rabu (17/7/2025).

Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid sebelumnya telah mengumumkan rencana pembukaan seleksi untuk tiga spektrum frekuensi baru, yaitu 700 MHz, 1,4 GHz, dan 2,6 GHz.

Frekuensi-frekuensi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kecepatan dan pemerataan akses internet nasional, termasuk di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

Baca Juga: Komdigi Beberkan Penyebab Internet 100 Mbps Masih Sulit Terwujud di Indonesia

ATSI menilai bahwa dalam konteks saat ini, pembagian spektrum secara merata akan lebih efektif ketimbang proses lelang yang berorientasi pada penawaran harga tertinggi.

Sebab, bila hanya dua dari tiga operator yang mendapatkan spektrum, maka operator ketiga akan tertinggal dan masyarakat akan dirugikan oleh terbatasnya pilihan layanan.

Ini dikhawatirkan menciptakan dominasi dua perusahaan atau duopoli dalam penguasaan frekuensi, khususnya untuk jaringan 5G.

“Kalau hanya dua operator yang menang seleksi, satu lainnya kehilangan akses ke frekuensi penting. Dampaknya, masyarakat jadi tidak punya banyak pilihan dan potensi layanan tidak merata,” terang Marwan.

Ia menekankan perlunya pemerintah menjaga ekosistem persaingan yang sehat dan transparan.

Marwan juga menyinggung soal tingginya beban biaya regulasi di sektor telekomunikasi yang saat ini mencapai lebih dari 12%.

Menurutnya, kondisi ini tidak mendukung pertumbuhan industri yang sehat. Bila pemerintah tetap ingin melakukan seleksi, ATSI meminta agar Komdigi mempertimbangkan aspek harga spektrum secara realistis.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Damar Aryo Pamungkas

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X