BOGORINSIDER.com --Pagi yang tenang di Surabaya selalu punya cerita khas, terutama saat seseorang melangkahkan kaki menuju Taman Bungkul.
Tempat ini bukan sekadar taman kota. Ia adalah ruang publik yang menemukan nadanya sendiri, tempat orang-orang datang untuk mencari jeda, menemukan ritme baru, atau sekadar merasakan kembali kehidupan dalam bentuk yang paling sederhana.
Ada sesuatu yang membuat siapa pun ingin tinggal lebih lama di bawah teduhnya pepohonan Bungkul.
Taman yang Hidup Sejak Fajar
Setiap hari, sebelum matahari benar-benar naik, Taman Bungkul sudah lebih dulu terjaga. Para pegiat olahraga berdatangan dari berbagai sudut kota.
Baca Juga: Menyusuri Kisah Tugu Pahlawan Surabaya, Tempat Wisata Edukasi Saat Sejarah Menjadi Ruang Renungan
Ada yang jogging dengan earphone terpasang, ada pula yang mengikuti senam bersama yang dipandu instruktur sukarela. Momen ini seperti penanda bahwa Surabaya adalah kota yang aktif bahkan sebelum jam kantor dimulai.
Dalam perjalanan menyusuri jalur pedestrian yang rapi, aroma rumput basah dan pepohonan besar terasa menenangkan.
Banyak pengunjung datang hanya untuk duduk dan menikmati udara pagi. Ada yang membawa buku, ada yang membuka laptop untuk menuntaskan pekerjaan ringan, dan tidak jarang beberapa pelajar memilih taman ini sebagai ruang belajar alternatif.
Taman Bungkul menawarkan tempat di mana suasana tenang tidak terasa dibuat-buat.
Saat sore menjelang, langit Surabaya memantulkan warna yang lembut. Taman Bungkul kembali berubah wajah.
Lintasan jogging menjadi lebih ramai, lampu-lampu taman mulai menyala perlahan, dan suara musik dari pentas kecil terkadang mengisi udara jika ada acara komunitas.
Baca Juga: Menikmati Sunset Tenang di Wisata Kemuning Sky Hill Bersama Pasanganmu
Momen ini adalah puncak kehidupan taman. Pasangan muda berjalan santai menyusuri trotoar, sekumpulan remaja duduk melingkar sambil bercerita panjang, dan para orang tua memilih kursi taman untuk menikmati semilir angin sore.